Said bin Zaid termasuk salah satu dari sepuluh sahabat Nabi Muhammad SAW yang dijamin masuk surga. Nama lengkapnya Said bin Zaid bin Amru bin Naufail bin Abduluzza bin Al-Adwa. Ibunya bernama Fathimah binti Ba'jah bin Malik Al-Khuzaiyyah.
Berdasarkan catatan sejarah, baik Fathimah maupun Said bin Zaid, lebih dahulu masuk Islam sebelum Rasulullah masuk Darul Arqam. Karena itu Said bin Zaid termasuk gelombang pertama orang yang masuk Islam.
Said bin Zaid masuk agama Islam sebelum Umar bin Khattab memeluk Islam. Said bin Zaid adalah ipar Umar bin Khattab, sebab istri Said bin Zaid, Fathimah bintul Khattab, adalah adik Umar bin Khattab.
Setelah masuk Islam, Said bin Zaid termasuk orang yang ikut hijrah ke Madinah dan turut serta aktif dalam perang Uhud. Namun, dia tidak ikut dalam peperangan Badar karena mendapat tugas langsung dari Rasulullah untuk memata-matai atau mengintai keberadaan khalifah dan kekuatan lawan yang sedang dalam perjalanan dari negeri Syam. Dalam tugas tersebut dia ditemani oleh sahabat Thalhah bin Ubaidillah. Rasulullah biasanya merumuskan taktik dan strategi perang berdasarkan data lapangan dari Said bin Zaid. Taktik dan strategi perang tersebut juga dirumuskan oleh Rasulullah dalam rapat dengan para sahabat.
Dalam perjalanan hidupnya bersama Nabi Muhammad SAW, Said bin Zaid adalah sosok yang sangat pemberani. Ia selalu mendampingi Rasulullah SAW. Pada waktu damai, ia selalu berada dibelakang Rasulullah, dan berada didepannya pada saat perang.
Said bin Zaid tidak suka dan tidak menghiraukan cercaan dan celaan orang yang suka mencela, selama dirinya berjalan dijalan Allah SWT. Ia juga terkenal sebagai orang yang suka berderma, kuat menahan diri dari peyimpangan hawa nafsu, tidak suka jabatan, benci pada orang yang suka menzalimi dirinya sendiri dan menzalimi orang lain, serta doanya mustajab.
Sering kali orang-orang miskin dan kalangan kaum papa lainnya berkumpul dirumah Said bin Zaid untuk mencari ketentraman dan kedamaian. Dirumah Said bin Zaid, mereka memperoleh makanan sebagai penghilang rasa lapar dan minuman sebagai penghilang rasa dahaga. Mereka disana merasa nyaman, aman, tenang, serta terhindar rasa takut.
Meskipun Said bin Zaid adalah ipar Khalifah Umar bin Khattab, tetapi dirinya tidak pernah berambisi untuk menduduki jabatan tertentu di pemerintahan. Ia belum pernah sekali pun menggunakan kesempatan untuk menduduki jabatan di pemerintahan dengan memanfaatkan jabatan dari kakak iparnya, Umar bin Khattab, yang notabene menjadi khalifah.
Bahkan, setiap kali dicalonkan untuk menduduki jabatan dan tugas tertentu di pemerintahan, ia selalu menolaknya dengan halus. Ia pun menyarankan agar tugas dan jabatan tersebut diberikan saja kepada orang lain yang lebih ahli atau profesional dibidangnya. Tawaran jabatan sebagai gubernur Damaskus pernah ditolaknya, dengan mengirimkan surat kepada Panglima Pasukan Abu Ubaidah bin Jarrah. Ia lebih memilih tugas-tugas dalam pertempuran, khususnya sebagai prajurit tidak dikenal atau tugas pengintai. Istilah sekarang tugas intelejen.
Ketika usianya sudah uzur atau mencapai 70-an tahun, Said bin Zaid cenderung lebih banyak di Masjid Nabawi Madinah. Disana ia selalu menunaikan shalat lima waktu secara berjamaah dengan khusuk dan sambil mengenang masa lalu yang indah bersama Rasulullah SAW. Ia sangat dikenal, disayangi dan dihormati oleh penduduk Madinah.
Said bin Zaid benci pada orang yang suka menzalimi terhadap dirinya sendiri dan menzalimi terhadap orang lain. Ia terkenal sebagai orang yang doanya dikabulkan oleh Allah SWT jika berdoa. Suatu ketika, ada seorang wanita bernama Arwa binti Aus menuduh Said menzaliminya dengan merampas tanahnya. Si wanita itupun melaporkannya kapada penguasa Kota Madinah, yakni Marwan bin Hakam. Merasa dizalimi Said bin Zaid membela diri dengan berkata, "Apakah patut aku menzaliminya sedangkan aku pernah mendengar Rasulullah bersabda: "Barang siapa menzalimi orang sejengkal tanah maka Allah akan melilitkannya pada hari kiamat dengan tujuh lingkaran bumi."
Setelah melafalkan hadist Nabi SAW tersebut, Said bin Zaid kemudian menengadahkan wajah dan tanganya ke langit seraya berdoa: "Ya Allah, apabila dia (wanita itu) menciptakan kebohongan, jangan Engkau mematikannya kecuali sesudah dia buta, dan Engkau menjadikan sumurnya sebagai kuburannya." Dalam perjalanan waktu berikutnya ternyata Allah SWT benar-benar mengabulkan doa Said. wanita yang memang dikenal suka menzalimi orang lain itu menjadi buat, dan ia mati didalam sumurnya karena terjerambab.
Kesalehan Said bin Zaid dan ghirahnya terhadap Islam tersebut, tidak bisa lepas dari karakter ayahnya, Zaid bin Amru bin Naufail. Dalam catatan sejarah, ayah Said (Zaid bin Amru bin Naufail) adalah orang sholeh. Bahkan termasuk orang yang meninggalkan ajaran menyembah berhala, sebelum Nabi Muhammad SAW diutus sebagai Nabi dan Rasul. Dia (ayah Said bin Zaid) berani mengumumkan secara terbuka keyakinannya di hadapan kaum Qurasy untuk meninggalkan menyembah berhala. Baginya, menyembah berhala adalah suatu kesesatan dan harus ditinggalkan. Ia berkata, "Wahai kaum Qurasy, apakah ada diantara kalian selain aku yang menganut agama Ibrahim?" Ia pun kemudian berkata kepada rekannya, Amir, "aku sedang menanti seorang Nabi dari keturunan Ismail yang diutus. Aku kira aku tidak akan sempat melihatnya, tapi aku beriman kepadanya dan meyakini kebenarannya. Aku bershahadat bahwa di adalah Nabi. Jika kamu panjang umur dan sempat bertemu dengan dia, sampaikan salamku kepadanya."
Demikian perkataan ayah Said bin Zaid, yang titip salam kepada Rasulullah SAW. Karena begitu sholeh dan rindunya itu, sehingga sangat wajar jika anaknya (Said bin Zaid) menjadi salah seorang yang sangat cinta kepada Rasulullah. Allah pun memberikan hidayah kepadanya dan meridhainya, dan termasuk generasi awal memeluk agama Islam. Melalui hadist Nabi SAW, Said bin Zaid adalah satu di antara sepuluh sahabatnya yang dijamin masuk surga. Wallahua'lam bishawab....
0 comments:
Post a Comment